Pemudapost - Wacana system demokrasi di Indonesia harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh seluruh rakyat dari sabang sampai merauke sering kali kita dengarkan dibeberapa seminar pendidikan baik itu sosialisasi dari aparatur Negara ataupun dari Lembaga Swadaya Masyarakat , dengan tujuan kesadaran diri dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat (kedaulatan rakyat). Namun ada tanda Tanya besar yang sampai saat ini belum terjawab, apakah rakyat merasakan kesejahteraan dari kedaulatan yang kekuasaan tertinggi ditangan rakyat?
Beberapa realitas sosial politik yang perlu dikaji terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan itu, mulai dari politik dan sosioekonomi.
Pertama bidang politik, percaturan politik di Negara kita yang katanya demokratis ternyata hanya sebatas terdengar ditelinga saja sedangkan aksiologinya nol besar. Hal ini bisa dilihat dari pemilihan umum (PEMILU) legislatif dan presiden (Pileg dan Pilpres) yang baru beberapa bulan kemarin sudah dilaksanakan, banyak ketimpangan dalam proses pesta demokrasi tersebut dari menjelang pemilu, partai politik (Parpol) tidak ketat dalam menyeleksi kadernya untuk direkomendasikan menjadi calon legislatif mewakili partainya, sudah menjadi rahasia umum parpol mendelegasikan orang-orang yang tidak punya kompeten di bidang pemerintahan. siapa yang punya modal dan terkenal (Artis) merekalah yang akan mendapatkan tiket rekomendasi nyalon dari partai. Parpol mempunyai targetan politis dengan memberikan tiket kepada para pemodal dan artis tak lain untuk mendapatkan kursi terbanyak di DPR supaya parpol bisa mendapatkan jatah kandidat calon Presiden/calon wakil presiden (CAPRES/CAWAPRES), Karena aturan PEMILU sudah jelas Calon presiden harus dari partai yang memperoleh kursi di DPR minimal 20%.
Kader partai atau non partai tidak gratis mendapatkan tiket rekomendasi NYALEG, mereka harus membeli tiket itu dengan harga yang tidak murah, sehingga yang selalu mendapat jatah tiket dari parpol yaitu kader atau non kader yang mempunyai modal banyak. Begitu juga yang menjadi prasyarat mendapatkan tiket harus terkenal (artis), partai memilih artis dengan tujuan salah satunya mendongkrak popularitas partai persiapan Pilpres. Karena masyarakat sudah banyak tidak percaya lagi dengan kinerja partai yang notabene akan mencetak kader-kader bangsa yang berkualitas, namun kepercayaan itu hilang seiring dengan tergelincirnya partai politik dari tujuan terbentuknya partai.
Sebagian fakta yang terjadi dalam percaturan politik di Indonesia meskipun sudah di ikat oleh system demokrasi.
Kedua bidang ekonomi, kesenjangan sosial banyak terjadi diseantero nusantara disebabkan kemiskinan yang tak kunjung hilang dari diri mereka. Sebenarnya masalah ini ada kaitannya dengan perpolitikan di Indonesia dengan jadinya caleg pemodal dan tidak punya kompeten sehingga mental mengawal kepentingan rakyat jauh dari harapan bahkan di abaikan, banyak para penguasa parlemen acuh dengan jati dirinya sebagai wakil rakyat disebabkan sering terjadinya kongkalikong dengan korporasi asing yang menawarkan keuntungan pada wakil rakyat bukan untuk rakyat.
Kita lihat bersama banyak para pemodal asing yang menginvestasikan saham di perusahaan-perusahaan Indonesia, sehingga investor dalam negeri kalah kuat dengan mereka. Banyak juga produk-produk luar negeri di impor ke dalam negeri yang harganya murah dan terjangkau jauh dibawah harga produk dalam negeri, jadinya produk dalam negeri tidak laku dan akhirnya para pengusaha dalam negeri gulung tikar karena rugi. Sehingga banyak kriminalitas, kesenjangan sosial terjadi bukan karana kesenangan tapi dikarenakan himpitan ekonomi yang terus melanda.
Seharusnya para wakil rakyat melihat kondisi itu, dan menyadari atas ulah mereka rakyat hidupnya sengsara. berAfiliasi dengan koorporasi asing (para kapitalis) menyebabkan perekonomian dalam negeri tidak berkembang sehingga akan menjadikan mental rakyat Indonesia untuk berkreatifitas menurun drastis.
Sudah 6 presiden di Indonesia keadaannya beraneka ragam kondisi namun banyak ketimpangan, padahal demokrasi sudah menjadi akar rumput di negeri ini. Disadari atau tidak saat ini rakyat mulai jenuh dengan kebobrokan negeri ini, sehingga sedikit demi sedikit banyak yang menjadi oknum saparatis, yang agamis ingin mendirikan khilafah. (Ar).
*Oleh: Mahmudi
Adalah Alumni Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi.
Adalah Alumni Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi.
Review This Product