Pemudapost - Budaya masyarakat kita masih sebatas budaya lisan alias “budaya cakap-cakap”, menggosip, belum mencapai budaya tulisan yang argumentatif dan “hidup” sehingga enak dibaca. Padahal, budaya menulis turut menentukan majunya peradaban manusia. Menulis menjadi ikon masyarakat modern. Masyarakat modern dicirikan dengan kemajuan pendidikan. Tapi, bak bunyi sebuah pepatah: many are schooled but few are educated, yang bermakna banyak orang bersekolah, tapi hanya sedikit yang berpendidikan.
Adalah menjadi tanggung jawab moral kita yang memiliki kesempatan menikmati pendidikan lebih tinggi dari mayoritas masyarakat Indonesia untuk mengubah budaya lisan menjadi budaya tulisan. Itulah mengapa menulis menjadi teramat penting bagi kemajuan bangsa ini kedepannya, sehingga dengan kata lain kita hidup pada era modern dan tentunya ikon masyarakat modern juga wajib dilestarikan terutama pada kaum berpendidikan.
Kemampuan menulis merupakan gabungan bakat dan kemauan. Menulis artikel fiksi atau karya sastra memang membutuhkan bakat dan kemauan sehingga tidak semua orang bisa menjadi sastrawan. Sebaliknya, tanpa bakat pun, kita masih bisa menulis, minimal menulis skripsi dan catatan harian.
Namun, sesungguhnya kita sudah punya modal dasar untuk menulis karena kita homo narrans, makhluk penutur cerita. Menulis, mengarang, pada dasarnya menceritakan atau menjabarkan ide-ide di kepala kita melalui beragam media.
Di zaman serba-digital, peluang untuk menulis apapun menjadi lebih terbuka dan gampang. Tips menulis apa saja tersedia di dunia maya, maka sekarang banyak orang berguru pada Mbah Google! Misalnya begitu.
Menulis tidak mempunyai teori secara khusus dan tidak hanya dengan membaca buku maupun referensi di Mbah Google saja namun hal yang perlu sangat diperhatikan dan menjadi semangat dalam diri kita adalah dengan belajar, berlatih, berlatih dan berlatih.
Ada beberapa tips bagi kalian yang ingin belajar menulis artikel pada sebuah media massa diantaranya:
Pramenulis:
- Mencari inspirasi
Tidak ada angin, tidak ada ribut? Mencari hal aktual? Hal yang sedang hangat? Penting bagi sejumlah besar orang? Menajamkan fokus? Ide segar dan memiliki pendekatan yang unik, radikal, nyleneh? Disukai penerbit?
- Memilih media massa
Untuk latihan awal, tuangkan ide-ide ke blog pribadi, media massa di internet (baca: jurnalisme publik). Selanjutnya, media massa.
Pertimbangkan honor tulisan. Tapi bagi pemula, honor tulisan tidak begitu penting dan utama. Dimuat saja sudah syukur. Menulis dengan tidak diminta redaksi biasanya diberi honorarium maksimal Rp 500 ribu. Makin terkenal penulisnya, makin mahal honorariumnya, biasanya rata-rata antara Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta. Bila tulisannya atas permintaan redaksi, honorariumnya bisa di atas Rp 1 juta.
Perhatikan jumlah karakter atau panjang tulisan. Tiap media mempunyai standar panjang tulisan, tapi umumnya antara 5 ribu sampai 6 ribu karakter. Jangan lupa mengenali tema tulisan dengan “karakter pribadi” media bersangkutan: ideologi (tercermin dari visi dan misi) dan seleranya. Bila mengena, maka peluang artikel kita dimuat makin terbuka.
Proses Menulis:
Intinya adalah menyajikan artikel secara populer sehingga mudah dimengerti.
- Judul yang eye-catching: singkat, lugas dan padat judul yang menarik akan memancing redaksi melirik tulisan kita sehingga tulisan kita mempunyai kesempatan untuk dibaca lebih dulu, dan tentu saja harapannya bisa segera dimuat.
- Berilah pengantar atau bagian pembuka yang menarik, sebaiknya berupa resume tulisan. Penulis pemula umumnya memberi “pengantar redaksi” yang berupa maksud dan tujuan ia menulis.
- Berpihak pada interest pembaca. Bukan berarti mengikuti opini yang ada di masyarakat, namun bisa menyajikan tema yang bisa memaksa pembaca menganggap penting tema yang kita bicarakan, dengan argumentasi yang argumentatif.
- Mencerahkan. Perhatikan aktualitas tulisan. Adakah newspage-nya? Mencerahkan bisa berarti up to date, belum pernah dibahas di media bersangkutan, bisa juga menjadi tren baru, atau tema/opini yang bertolak belakang dengan kelaziman yang ada. Akan tetapi, bisa juga sesuatu yang menurut masyarakat sudah diakui “benar”, tetapi belum ada yang menulis dengan data ilmiah di surat kabar.
- Mengandung unsur kebaruan. Unsur baru bisa dilihat dari angle atau sudut pandang tulisan, yang mirip perumusan masalah.
- Kerangka atau sistematika tulisan. Setiap tulisan mengandung tiga komponen poko: pendahuluan, isi dan penutup.
- Gaya penulisan. Hindari gaya penulisan “academic-heavy” dan dipenuhi istilah-istilah yang tidak disertai padanannya dalam bahasa Indonesia. Kita harus membayangkan redaktur tidak memiliki waktu cukup untuk membaca dan mengedit kembali tulisan, serta yang terpenting kita harus toleran dengan membaca.
- Bahan pendukung. Jangan lupa melengkapi tulisan dengan bahan pendukung, bisa berupa foto, gambar, grafik, ilustrasi, dan tabel relevan dan atraktif.
Demikian tips yang dapat kita urai untuk para pembaca, mungkin masih belum sempurna, namun hal-hal diatas adalah point-point penting yang harus di ingat bagi calon penulis artikel pada sebuah media massa.
Oleh: Mawardi Stiawan
Review This Product