Pemudapost -Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 belum cukup memberikan kedaulatan kepada rakyat dari kaum penjajah di Indonesia, keadaan yang masih terjadi kekacauan dibeberapa daerah adalah sebuah bukti para penjajah masih menginginkan kekuasaan dan pendudukan sebagai pemerintah dengan mengindahkan kedaulatan rakyat atas proklamasi kemerdekaan yang sudah terjadi.
Stabilitas keamanan yang kacau membuat rakyat pribumi merasa harga dirinya di injak-injak oleh kaum penjajah pada waktu itu sehingga hal tersebut tidak mungkin bisa kemudian diselesaikan dengan cara diplomatik tanpa harus melakukan perlawanan kepada penjajah yang sudah mulai melakukakan kekacauan dibeberapa daerah di Indonesia, sekutu dinilai akan secara cepat dapat menguasai daerah-daerah strategis sebagai pendudukannya di Indonesia.
Jika hal ini tidak segera dilakukan antisipasi sebagai rakyat yang berdaulat dengan melakukan perlawanan kepada sekutu yang sudah memulai pelebaran ekspansinya di Surabaya, Jogjakarta, bandung dan Jakarta, maka kemerdekaan mungkin hanya tinggal menjadi sebuah proklamasi yang tak berarti jika dikemudian hari akan kembali dipegang oleh pihak sekutu yang menjajah kembali Indonesia.
Beberapa pejuang kemerdekaan di Surabaya, jawa timur meminta perintah sebagai sebuah bentuk perlawanan atas pasukan sekutu, salah satu dari beliau adalah bung tomo (Soetomo) yang meminta presiden soekarno pada waktu itu untuk memberikan izin dalam melakukan perlawanan kepada pihak sekutu, namun presiden pada waktu itu masih belum memperbolehkan melakukan perlawanan. Beliau menginginkan penyelesaian masalah secara diplomatik dengan pihak sekutu atas dimulainya kembali penjajahan setelah Indonesia merdeka.
Sementara pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dengan beberapa kiai sepuh menyatakan untuk kemudian melakukan perlawanan atas dimulainya kembali penjajahan oleh pihak sekutu di Indonesia, hal itu juga menjadi rekomendasi dari hasil musyawarah besar NU yang mengamanahkan kepada para umat Islam di Indonesia untuk melakukan “Resolusi Jihad” dengan radius 94 Km dari pusat kekuasaan sekutu di berbagai tempat di indonesia.
Setelah para ulama besar islam menyatakan wajib Resolusi Jihad pada umat islam di Indonesia, akhirnya bung tomo memberikan pidato ajakan untuk berperang melawan sekutu, sehingga pidato tersebut menjadi pembakar semangat para pejuang dalam bertempur membela tanah air. Meletuslah peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang kemudian saat ini dikenal dengan peringatan hari pahlawan.
Dengan kejadian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jika para pemuda maupun rakyat Indonesia jika tidak melakukan perlawanan kepada sekutu, mungkin proklamasi hanyalah tinggal sejarah tanpa arti. Keberanian dan mental para pejuang dengan totalitas menjadi sebuah harapan besar dalam melakukan pertempuran melawan pihak sekutu guna menjaga kedaulatan tanah air tercinta yaitu Republik Indonesia. Dengan semangat itulah kemudian rakyat Surabaya khususnya mendapatkan kedaulatannya kembali dari penindasan ketidak adilan para sekutu demi kekuasaan yang tidak ber-perikemanusiaan.
Keteladanan yang harus selalu menjadi contoh bagi para pemuda khususnya dengan tetap memberikan pengorbanannya demi membela tanah air adalah sebuah kewajiban. Menjaga eksistensi serta mengawal kedaulatan Negara menjadi tugas kita bersama. Sehingga kedaulatan akan tetap dinikmati para penerus bangsa selanjutnya yaitu generasi bangsa Indonesia.
Oleh: Ahmad Fairozi
Review This Product